Rabu, 03 September 2014

Kembali Pada Yesus


"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)


Andaikan saat ini anda tengah dililit permasalahan yang sangat berat, begitu beratnya sehingga anda tidak lagi merasa punya kekuatan untuk mengatasinya. Tidak ada jalan keluar, tidak ada solusi, tidak ada harapan. Zero chance. Di saat anda mulai menyerah pada keadaan, datanglah seseorang memberikan bantuan sepenuhnya, bukan dengan pamrih melainkan tanpa meminta imbalan apapun dari anda. Seketika itu juga anda lepas dari masalah, apa yang tidak mungkin kemudian menjadi kenyataan, belenggu dipatahkan dan anda berubah menjadi orang yang merdeka. Tidak saja merdeka, namun diberikan kelimpahan dan janji akan keselamatan untuk selamanya. Bagaimana rasanya? Tentu perasaan bahagia dan sukacita yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata akan anda rasakan bukan? Dunia saat ini mengenal pemberian dengan agenda tertentu. Orang memberi bukan lagi karena mengasihi, tapi lebih kepada mengharapkan sesuatu yang akan kembali kepadanya sebagai imbalan. Mengirim parcel atau hadiah dengan harapan agar hubungan relasi bisnis tetap lancar, memberi karena mengharapkan sesuatu, mengharapkan orang akan terikat hutang budi dan pada saatnya nanti mereka akan diuntungkan. Itu pemberian yang pamrih, dan itu menjadi pemandangan umum di jaman ini. Kenyataannya di antara saudara atau hubungan orang tua dan anak sekalipun memberi atau menolong dengan kondisi yang harus menghasilkan sesuatu sebagai balas jasa sudah menjadi hal yang wajar. Betapa istimewanya jika ada orang yang memberikan sesuatu kepada kita bukan karena perbuatan baik kita, bukan karena kita layak, bukan karena mengharapkan imbalan apapun, melainkan murni karena kasih, tanpa meminta apapun sebagai balasan. Mungkin sulit mengharapkan hal seperti itu dari manusia saat ini, tapi Tuhan telah melakukannya.

Sebuah ayat emas yang sangat besar maknanya saya angkat hari ini sebagai ayat bacaan untuk memperingati sebuah peringatan yang istimewa. Ini ayat yang tidak ada habis-habisnya untuk direnungkan, apalagi dalam memperingati kelahiran Kristus ke dunia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Ketika mengharapkan manusia untuk menolong dan memberi tanpa mengharapkan imbalan sangat langka, Tuhan Sang Pencipta kita ternyata rela memberikan itu. Dan itu disebut sebagai anugerah, kasih karunia. Sebuah anugerah bukan lagi anugerah ketika diberikan dengan mengharapkan imbalan. Bukan kasih karunia namanya jika pemberian didasarkan atas jerih payah atau hasil usaha kita. Manusia yang terus berbuat dosa dari masa ke masa sesungguhnya tidak layak untuk memperoleh keselamatan. Tapi ternyata di mata Tuhan manusia begitu berharga. Seperti yang sering saya sebutkan, we are His masterpiece. Kita diciptakan menurut gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26) dan tetap berada di ruang mataNya (Yesaya 49:16). Begitu besarnya kasih Allah kepada kita semua, hingga AnakNya yang tunggal pun Dia berikan sebagai kasih karunia, semata-mata agar tidak satupun diantara kita yang binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

Anugerah yang diberikan ini bukan hanya untuk sekelompok orang tertentu saja, tapi berlaku untuk semua orang, seluruh bangsa tanpa terkecuali. Tuhan mengasihi semua manusia ciptaanNya tanpa memandang latar belakang atau keadaan kita. Dia mengasihi dan memberikan kasih karuniaNya bukan karena cantik, gagahnya kita, bukan karena status kita, kekayaan kita, kehebatan kita bahkan bukan pula karena perbuatan-perbuatan baik atau usaha kita. Sebuah kasih karunia bukanlah berbentuk imbalan atau balas jasa. Firman Tuhan berkata: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9). Keselamatan itu kita peroleh semata-mata karena anugerah Tuhan, bukan karena jasa atau usaha manusia. Tuhan rela memberikan diriNya sendiri demi keselamatan kita. Maka Yesus pun turun ke dunia, Yesus "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Dan semua itu adalah anugerah sehingga hari ini kita bisa mendapat jaminan keselamatan. Jika hari ini kepastian itu hadir bagi kita, semua itu ada karena Yesus sudah lahir ke dunia untuk melakukan semua kehendak Allah atas dasar kasihNya yang begitu besar, dan itulah yang kita peringati hari ini.

Tuhan mengasihi kita dengan sebentuk kasih yang tidak terukur, jauh mengatasi langit dan itu berlaku selamanya. Kasih Allah tidak terbatas oleh apapun. Semua itu terbukti jelas lewat kedatangan Yesus ke dunia dan mengambil rupa seperti kita. Tidak dalam bentuk kemewahan. Dia lahir di kandang domba, bahkan dikatakan lewat nubuatan Yesaya demikian: "Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya." (Yesaya 53:2). Bukan kemegahan atau gemerlap manusia yang menjadi tujuan kedatangan Kristus, bukan karena menginginkan bentuk tersempurna dalam atribut-atribut yang penting menurut penilaian manusia, tapi hanya demi tujuan untuk menyelamatkan kita. Dia terjun langsung dan merasakan sendiri bagaimana penderitaan manusia. He knows how we struggle and strive in our lives. He knows how we feel. Dan lewat kehadiranNya, Dia memberikan jaminan keselamatan, menggantikan kita semua, menebus semua dosa mematahkan semua belenggu yang menghalangi kita dari tahta kasih Bapa di surga. Dia memberikan petunjuk-petunjuk dan tidak hanya berhenti sampai disitu, Dia pun memberikan keteladanan secara langsung. Kepada semua orang diberikan jalan keselamatan dalam bentuk kasih karunia. Apa yang diberikan Tuhan jauh lebih besar dari hal-hal duniawi. Dunia ini fana sifatnya, namun anugerah Tuhan itu kekal. Cahaya surgawi terbit atas kita, menerangi kita sehingga kita tidak lagi berada di dalam kegelapan dan kematian. "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5) Dan Yesus berkata "Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan." (Yohanes 12:46). Ini semua jelas merupakan kesukaan besar. It's a great joy.

Kelahiran Kristus ke dunia yang kita peringati lewat Natal adalah wujud besarnya kasih Allah bagi kita semua. "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9) dan kemudian dikatakan "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (ay 10). Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita dengan mengutus Yesus untuk menebus semua dosa-dosa kita. Itu adalah pernyataan kasih Allah kepada kita sebagai bentuk kasih karunia atau anugerahNya. Hari ini jika anda masih merasa dosa masih membelenggu anda, ingatlah bahwa Yesus telah menuntaskan itu semua. Jika hari ini anda masih merasa gelap, ketahuilah bahwa terang sudah dianugerahkan lewat kedatangan Kristus, Sang Terang Dunia. Jika anda sudah merasakan itu, jangan lupa pula untuk mewartakannya kepada sesama kita, karena sesungguhnya anugerah Tuhan ini bukan hanya untuk kita saja, melainkan berlaku untuk semua manusia, semua bangsa tanpa terkecuali. Kelahiran Yesus adalah pernyataan besarnya kasih Allah kepada dunia, yang sudah seharusnya merupakan "berita kesukaan besar untuk seluruh bangsa" (Lukas 2:10). Tanpa kelahiran Yesus niscaya kita semua masih terikat dalam gelap dan terbelenggu berbagai hal yang akan menyeret kita menuju kebinasaan. Tapi puji Tuhan, atas kasihNya kita semua telah dibebaskan menjadi orang-orang merdeka dengan jaminan keselamatan terbentang di hadapan kita. Tapi ingatlah bahwa meski itu merupakan anugerah, jika kita tidak percaya dan menerimanya maka sia-sialah semua itu. Karena itu bagi semua yang sudah menerima keselamatan dalam Kristus bisa bersukacita dengan sukacita sejati, yang harus mampu mengalahkan segala problema hidup maupun penderitaan. Tuhan sudah memberikan kasih karuniaNya, apakah kita sudah memutuskan untuk menerimanya? Malam ini mari kita semua sama-sama merenungkan betapa besar kasih Allah kepada kita dan bersyukur serta memuliakanNya.

GBU n JLU.. (L.L)

Rabu, 05 Juni 2013

Carilah Dahulu Kerajaan-Nya



"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33)

Saya percaya hampir setiap orang Kristen mengetahui ayat di atas. Banyak juga yang menjadikannnya sebagai ayat favorit dan pegangan hidup. Apakah kita benar-benar mengerti yang dimaksud dengan perkataan Yesus ini? Perkataan Yesus ini sebenarnya mengandung pengertian yang sangat dalam.
Sebelum mengatakan perkataan ini, Yesus berkata tentang apa yang dicari oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Orang yang tidak mengenal Allah mencari hal duniawi yaitu makanan, minuman, pakaian, rumah, mobil, jodoh, dan lainnya. Kata "semuanya" yang dimaksud oleh Yesus adalah hal yang dicari orang yang tidak mengenal Allah. Jadi sebagai orang percaya maka kita akan bisa memiliki semua itu. Tetapi ada satu syarat yaitu harus lebih dulu mencari kerajaan Allah dan kebenarannya.
Dalam terjemahan bahasa Indonesia sehari-hari terdapat pengertian yang lebih jelas. Versi B.Indonesia sehari-hari : "Jadi, usahakanlah dahulu supaya Allah memerintah atas hidupmu dan lakukanlah kehendak-Nya. Maka semua yang lain akan diberikan Allah juga kepadamu."
Mencari kerajaan Allah dan kebenarannya maksudnya adalah kita menjadikan Yesus sebagai Tuhan atas seluruh aspek hidup kita. Dengan kata lain menempatkanNya sebagai prioritas utama dalam hidup kita. Saya masih teringat dengan salah satu perkataan Brian Houston dalam kotbahnya:"Put Him first in your life".
Saudaraku kalau boleh jujur saya ingin mengatakan kebanyakan orang kristen umumnya akan mencari semuanya yang akan ditambahkan daripada mencari kerajaan Allah dulu. Bahkan dalam doa-doa kita kebanyakan kita meminta yang ditambahkan daripada kehendak Allah. Tuhan bukan tidak ingin memberkati anak-anakNya tetapi Ia ingin kita lebih dulu menjadikanNya sebagai Tuhan atau prioritas utama dalam seluruh aspek hidup kita. Oleh sebab itu dalam doa Bapa kami, kata datanglah kerajaanMu jadilah kehendakmu ditempatkan lebih dulu dari doa meminta berkat/makanan.
Kita sering datang berdoa kepada Tuhan dengan list yang panjang. Tuhan berkati hidupku, pelayanku, keluargaku, masa depanku dan lainnya. Tetapi kita jarang berdoa agar kehendak Tuhan jadi atas semua yang kita doakan. Apalagi bila berdoa untuk masalah jodoh maka biasanya kita sulit untuk berdoa agar kehendak Tuhan yang jadi. Soalnya biasanya kita sudah memiliki perasaan cinta atau suka sebelum mencari kehendak Tuhan.
Dalam berdoa untuk hal jodoh saya selalu berdoa: " Tuhan jikalau memang ini kehendakMu maka biarlah Tuhan memimpin dan menjadikannya pada waktunya tetapi bila bukan maka kiranya dijauhkan dariku". Sejujurnya memang sulit bila di hati ini sudah ada rasa cinta tetapi bila kita ingin diberkati maka kita harus meletakkan kehendak Tuhan sebagai prioritas yang utama.
Untuk menguji apakah kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya itu tidak susah. Misalnya saat ini ada yang menawarkan kita uang 1 milyar tanpa pamrih apapun dan juga tersebut adalah uang halal. Yang lebih meneguhkan lagi orang itu berkata bahwa ia merasa digerakkan oleh Tuhan. Dan sepertinya kita juga memerlukan uang itu untuk pelayanan rohani. Reaksi kita terhadap tawaran itu bisa menunjukkan apakah kita mencari kerajaan Allah dulu atau tidak. Bisa jadi itu memang adalah kehendak Tuhan tetapi bisa juga bukan.
Bila kita memang menempatkanNya sebagai prioritas utama maka kita seharusnya berdoa dulu dan menyerahkannya kepada Tuhan agar kehendakNya yang terjadi. Tetapi bila kita berfokus kepada semua yang ditambahkan itu maka kita akan langsung menerima pemberian itu tanpa mencari dahulu kehendak Tuhan. Pernyataan ini sepertinya bernada sangat munafik bagi banyak orang. Ini bukan masalah munafik atau tidak melainkan kebenaran yang seharusnya kita lakukan
Demikian juga dengan masalah memilih pasangan hidup/jodoh. Apakah kita mau menempatkanNya sebagai prioritas utama dalam bidang ini? Banyak orang sulit menyerahkan hal yang satu ini kepada Tuhan. Saya juga dulu takut menyerahkan masalah jodoh kepada Tuhan sebab saya takut nanti Tuhan memberikan orang yang tidak sesuai dengan pilihan saya. Saudaraku, percayalah Tuhan itu adalah Bapa yang baik. Bila bapa di dunia saja ingin anaknya bahagia apalagi Bapa kita di surga yang sempurna? Ia bukan saja akan memberikan yang baik melainkan yang terbaik buat setiap anak-anakNya.
Yang perlu kita lakukan adalah mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya dan yang lain akan menyusul. Marilah kita tempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam seluruh aspek hidup kita.
Tuhan Yesus memberkati kita

Rabu, 17 April 2013

Mencari Arti Kehidupan

 
“Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (Ulangan 30:19-20)  

Apakah arti hidup?  Bagaimana saya dapat menemukan tujuan, pemenuhan dan kepuasan dalam hidup? Apakah saya memiliki potensi untuk mencapai sesuatu yang memiliki makna yang kekal? Banyak orang tidak pernah berhenti mempertanyakan apakah arti hidup itu. Mereka memandang ke belakang dan tidak mengerti mengapa mereka merasa begitu kosong walaupun mereka telah berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan.
Salah satu pemain baseball yang namanya dicatat dalam Baseball Hall of Fame ditanya hal apa yang dia harapkan diberitahukan kepadanya ketika dia baru mulai bermain baseball. Dia menjawab, “Saya berharap orang akan memberitahu saya bahwa ketika kamu sampai di puncak, di sana tidak ada apa-apa.” Banyak cita-cita yang berhasil dicapai dengan kerja keras ternyata tidak mampu memberikan kepuasan setelah dikejar dengan sia-sia bertahun-tahun lamanya.
Kita hidup dalam masyarakat yang humanistik dimana orang mengejar banyak cita-cita, menganggap bahwa di dalamnya mereka akan mendapatkan makna. Beberapa cita-cita ini termasuk: kesuksesan bisnis, kekayaan, relasi yang baik, seks, hiburan, berbuat baik kepada orang lain, dll. Namun banyak orang yang memberi kesaksian bahwa saat mereka berhasil mencapai cita-cita mereka untuk mendapat kekayaan, relasi dan kesenangan, di dalam diri mereka ada kekosongan yang dalam; perasaan kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh apapun. Saya pernah mengenal seseorang yang bila dilihat dari luar kelihatannya hidupnya terbilang sukses. Dia memiliki isteri dan anak-anak yang manis, pekerjaan yang mapan, jabatan pelayanan yang dihormati di gereja serta memiliki gelar master yang diperoleh di luar negeri. Akan tetapi herannya dia tetap merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Sejujurnya bila saya tidak mengenalnya secara pribadi, saya sulit untuk percaya bahwa dia tidak merasa puas dengan semua yang telah dia miliki.
Ketika Tuhan Allah menciptakan manusia, Dia menciptakannya menurut gambar-Nya. Tuhan menciptakan manusia segambar dengan-Nya karena Dia menginginkan persekutuan dan berbagi kasih dengan mereka. Akan tetapi, sejak manusia jatuh ke dalam dosa, mereka kehilangan persekutuan tersebut. Padahal manusia diciptakan untuk bersekutu dengan Allah sehingga mereka akan tidak lagi dapat merasa utuh bila persekutuan tersebut tidak dipulihkan. Sumber dari segala penderitaan manusia adalah keterpisahan dengan Allah, sang pencipta-Nya.
Hubungan dengan Allah itu dimungkinkan untuk dipulihkan hanya melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Hidup kekal diperoleh ketika seseorang menyesali dosa-dosanya (tidak mau lagi hidup dalam dosa namun ingin Kristus mengubah mereka dan menjadikan mereka pribadi-pribadi yang baru) dan mulai bergantung pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Namun makna hidup yang sebenarnya ditemukan ketika orang mulai berjalan mengikuti Kristus sebagai murid-Nya, belajar dari Dia, menggunakan waktu bersama dengan Dia dalam Firman-Nya, bersekutu dengan Dia dalam doa, dan berjalan dengan-Nya dalam ketaatan kepada perintah-perintah-Nya.
Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Tuhan tidak pernah memaksa seseorang untuk mengikuti dan menjadi murid-Nya. Kita bisa memilih untuk mau membayar harga untuk menjadi murid-Nya atau menolak panggilan-Nya tersebut. Kita bisa terus berusaha mengarahkan hidup kita sendiri (dan sebagai hasilnya hidup dalam kehidupan yang kosong) atau kita bisa memilih untuk mengikuti Tuhan dan rencana-Nya bagi hidup kita, mengikuti-Nya dengan sepenuh hati (hasilnya, hidup yang penuh arti dan mendapatkan kepuasan). Bapa kita di surga sangat mengasihi kita dan menghendaki yang terbaik bagi kita. Kehendak-Nya memang bukan selalu yang paling mudah, tapi pada akhirnya itu yang paling memberi kepuasan.
Ada harga mahal yang harus dibayar untuk dapat memperoleh kehidupan yang penuh makna (penuh sukacita dan berkelimpahan) seperti yang telah dijanjikan oleh Kristus. Mereka yang telah membayar harga (penyerahan penuh kepada Kristus dan kehendak-Nya) dapat menikmati hidup secara penuh; dan mereka bisa memandang diri sendiri, teman-teman mereka, dan Pencipta mereka tanpa ada penyesalan. Sudahkah Anda membayar harga? Apakah Anda bersedia? Jika Anda bersedia, Anda tidak akan pernah kehilangan makna atau tujuan hidup lagi. Semoga Tuhan memakai tulisan ini untuk mengubah hidup Anda!

Rabu, 13 Maret 2013

Kuduslah Kamu Sebab Aku Kudus


Bacaan : Imamat 19
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kudus diartikan suci, murni. Sedangkan Murni memiliki arti suci, asli. Suci memiliki pengertian bersih, tak berdosa.
Jadi bisa disimpulkan bahwa kudus adalah sesuatu yang bersih dari dosa dan yang asli (kepastiannya terjamin).
Kalau kita sebagai anak Tuhan, seringkali dibilang “Kalian harus hidup kudus”, padahal kalau kita lihat dari pengertian dari kata kudus itu sendiri adalah sesuatu yang kelihatannya mustahil untuk dilakukan. Kenapa? Karena manusia dari awalnya sudah jatuh dalam dosa, sudah tidak asli lagi, sudah tercemar (tidak bersih lagi).  Hal ini sangat bertolak belakang dengan pengertian kudus yaitu bersih dari dosa dan asli.
Maka dari itu, Allah berpesan di dalam perjanjian lama ini, tepatnya di Imamat 19. Bahwa manusia itu harus kudus dihadapan Allah agar tidak mati. Karena sesuatu yang kudus (Allah), tidak dapat bersentuhan ataupun berdekatan dengan sesuatu yang najis (dosa), karena kalau sesuatu yang kudus itu berdekatan, apalagi bersentuhan dengan sesuatu yang najis, ia akan menjadi sesuatu yang najis juga. Kekudusan itu akan hilang dari padanya dan ia tidak layak untuk disebut kudus kembali.
Nah, itulah sebabnya Allah kita yang sangat baik ini memberikan, (ambil istilahnya di zaman sekarang ini) beberapa tips agar kita dapat hidup kudus, karena kalau kita kudus, kita bisa dengan mudah terkoneksi dengan Allah dibandingkan ketika kita masih “najis”.
1. Mengasihi Tuhan Allah kita
Contohnya:
·         Memelihara hari sabat (ay 3)
·         Jangan berpaling kepada berhala (bisa berupa patung, pekerjaan, hobby, kesibukan kita, adat istiadat, dan lain sebagainya) (ay 4)
·         Jangan bersumpah dusta demi nama Tuhan (ay 12)
·         Mempersembahkan persembahan sulung kepada Tuhan sebagai yang utama (ay 25)
2. Mengasihi sesama kita, terutama orang yang lebih tua dari kita.
Contohnya:
·         Harus hormat kepada orang tua (ay 3)
·         Jangan memeras dan merampas sesuatu milik orang lain (ay 13)
·         Jangan mengutuki orang (ay 14)
·         Jangan berbuat curang (ay 15)
·         Jangan memfitnah orang (ay 16)
·         Jangan membalas orang lain dan jangan menaruh dendam (ay 18)
·         Dan sebagainya
Percayalah, ketika kita mengasihi seseorang, kita secara tidak langsung pasti akan menghormatinya. Kita juga akan mendengarkan nasihatnya, memerhatikan larangannya, serta mengikuti perintahnya. Dan yang paling penting adalah kita semakin menyerupai dirinya. Mungkin akan ada beberapa sifat yang tertular, ataupun kebiasaan-kebiasaan yang akan menjadi milik kita juga. Begitu halnya dengan kerohanian kita, ketika kita semakin hari semakin dekat dengan Tuhan, kita begitu mengasihi Dia, kita mengikuti segala perintahNya dan menjauhi  apa yang dilarangNya, juga secara sadar maupun tidak sadar, akan banyak sekali karakter-karakter kita yang mirip dengan karakter Kristus akan terpancar dan dilihat oleh banyak orang disekeliling kita. Dan satu hal lagi yang paling penting adalah secara perlahan-lahan, kita hidup menjadi kudus.., kudus.., dan semakin kudus. Dibebaskan dari kehidupan kita yang lama, yang penuh dengan lumpur dosa. Kita akan semakin kudus, karena itulah yang Tuhan mau, sehingga kita bisa dengan bebas bergaul erat dengan Ia yang adalah kudus.     
Penerapan :
Membaca Alkitab setiap hari dan memfokuskan diri lebih lagi kepada firman Tuhan serta mendalaminya dan menjadi pelaku Firman, sehingga kita lebih mengenal akan Allah dan menjadi pribadi yang sempurna.
Matius 5 : 48
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”

Hati Yang Gembira Adalah Obat Yang Manjur



Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang. Begitulah kata kitab Amsal 17 : 22. Pertanyaan saya : kalau Anda memiliki hati yang gembira, dari mana orang tahu dan melihat Anda sedang bergembira ? Anda katakan hati Anda sedang bergembira, tetapi penampakan wajah Anda begitu masem, cemberut dan tegang sekali.  Bagaimana itu  bisa disebut hati yang gembira ?
Tahukah Anda, Ekspresi wajah adalah luapan dari hati. Penampakan wajah merupakan cerminan bagaimana isi hati kita. Yang benar saja, masa dikatakan hati bersuka cita, hati gembira, namun wajah yang kelihatan begitu tegang, muram, sedih sekali. Apa begitu ? Yang benar, luapan hati yang gembira kalau tidak tersenyum ya tertawa. kalau tidak tertawa ya menari-nari. Paling tidak wajah tampak rileks. Tidak ngotot.
Hati gembira adalah obat yang manjur dan juga tanpa efek sampingan. Dunia medis pun mengakuinya. Makanya ada motto ” tertawa itu sehat “, apalagi kalau tertawa itu keluar dari luapan hati yang gembira. Para dokter di berbagai negara maju telah menyelidiki tentang tertawa dari luapan hati yang gembira itu  sangat sehat. Sedikit penjelasannya kira-kira begini. Orang yang tertawa, apalagi disertai humor yang sehat dapat menurunkan ketegangan jiwa. Dan turunnya ketegangan jiwa ini dapat menurunkan tensi darah (bagi orang yang darah tinggi) sehingga syaraf-syaraf di tubuh  menjadi rileks. Anda tahu, wajah orang yang cemberut, muka muram, itu akan lebih banyak menarik otot-otot dan syaraf tubuh dari pada wajah yang  rileks. Itu sebabnya, mengapa orang yang sering cemberut, masem, lebih cepat kelihatan tua, karena banyaknya otot-otot dan syaraf tubuhnya yang ditarik.
Bayangkan saja seperti senar gitar. Cobalah Anda stem gitar Anda. Semakin kencang Anda putar, tali senar akan semakin tegang dan lebih mudah putus–dari pada senar dalam keadaan kendor. Demikian juga pada tubuh dan wajah kita, Anda pasti sudah tahu ada ribuan senar syaraf-syaraf dan otot yang bisa Anda stem : mau kencang atau mau rileks ?  Saat Anda membaca tulisan ini, berhentilah sebentar, cobalah lihat bagaimana wajah Anda sekarang di cermin. Wajah yang ada dalam cermin itu akan menunjukkan itulah sekarang isi hati Anda !
Dari luapan hati yang gembira orang bisa tersenyum atau tertawa atau menari-nari. Orang yang hidupnya benar di dalam Tuhan, maka dia pasti bersuka cita didalam Tuhan. Hati yang gembira, hati yang bersuka cita, itu memang seharusnya milik kita sebagai orang percaya ! Maka kalau saat ini ada orang kristen sulit tertawa atau sulit tersenyum, perlu dipertanyakan : ada apa ? What’s the matter ? There is something wrong ?
Dari pengalaman yang saya ketahui, sulitnya orang tersenyum dan tertawa sebab mereka sedang menanggung suatu beban berat, kepahitan hidup atau penderitaan ! Dan kalau kita pikir-pikir, itu juga adalah bagian dari kehidupan. Namun orang yang bersandar pada Tuhan dan datang pada Yesus, maka Dia akan memberi jalan keluar dan melepaskan mereka dari beban berat itu. Yesus sudah berkata : ” marilah kepadaKu engkau yang letih lesu dan berbeban berat, sebab Aku akan memberi kelegaan padamu. “
Betul, beban berat dan penderitaan membuat orang tak bisa tertawa, tak bisa bersorak-sorai dan menari-nari. Bibir kelu, pikiran ruwet mumet, wajah tegang, itulah yang akan tampak pada orang yang berbeban berat. Bagaimana dengan keadaan Anda saat ini ? Jika saat Anda membaca tulisan ini Anda lagi runyam oleh beban hidupmu, saran saya sekali lagi, datanglah segera dan berdoalah pada Yesus ! Dan nantikan pemulihan dari Tuhan. Selalu ada pengharapan ditengah-tengah penderitaan. Renungkanlah firman Tuhan ini yang saya kutip untuk Anda dari  kitab Mazmur 126 : 1-3, yang berkata : ” Ketika Tuhan memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang diantara bangsa-bangsa ; Tuhan telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini ! Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersuka cita!“
Anda perlu bersuka cita dalam hidup ini. Anda perlu hati yang gembira, karena suka cita itu adalah milik orang percaya dan milik Anda. Itulah salah satu alasan mengapa Yesus datang ke dunia ini, yaitu memberikan Anda suka cita. Anda setuju?

Rabu, 29 Februari 2012

Kompas Hidup



"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan..." Ibrani 12:2

Pernahkah saudara bertanya, mengapa kapal yang berlayar di kegelapan pun bisa sampai ke tujuannya dengan tepat? Mengapa pesawat yang apabila sudah mengudara hingga melampaui awan-awan dan daratan tak kelihatan setitik pun dapat sampai ke kota yang dituju dengan tepat? Itu bukan karena ada kacamata yang tembus pandang hingga kiloan meter, atau ada malaikat pengawal perjalananya. Tetapi hanya oleh karena satu alat yang tidak terlalu besar yang namanya kompas dan radar bagi pesawat. Tanpa kompas dalam sebuah kapal sama dengan kegelapan yang paling gelap, sebab akan terombang-ambing oleh gelombang tanpa arah yang jelas dan tanpa radar bagi sebuah pesawat sama dengan kesesatan. Setiap manusia yang lahir di dunia ini bukan karena kebetulan. Ada tujuan dibalik kehadirannya di permukaan bumi ini. Allah punya tujuan yang unik dan khusus bagi setiap kita dan tujuan itu adalah untuk mempermuliakan Dia, Yesaya menulis demikian “Semua orang yang disebutkan dalam nama-Ku yang kuciptakan untuk kemuliaan-Ku yang ku bentuk dan juga kujadikan.”(Yes. 43:7). Namun hidup dalam memuliakan Tuhan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai tantangan awan dan kegelapan kehidupan menguji kesetiaan kita untuk tetap ada dalam koridor yang benar sesuai keinginan Tuhan. Tetapi jangan pernah putus asa dan mundur dari perlombaan hidup yang sedang dijalani sebab Yesus sudah memberi teladan yang baik dengan kesetiaan-Nya menjalani penderitaan sampai akhir tujuan kedatangan-Nya ke dunia ini. Jadikan Kristus sebagai kompas hidupmu supaya sampai pada tujuan yang Allah kehendaki dalam hidupmu. Biar badai kesulitan, amukkan penderitaan, medan persoalan, hujan krisis, terpaan penyakit, silih berganti jangan pernah berpaling tetapi tetap melangkah sesuai kompas hidup kita, jalani dengan mata yang tertuju kepada Yesus.

Jangan Takut, Percaya Saja




Pernahkah anda berpikir untuk apa hidup ini? Pernahkah anda merasa kesal pada kehidupan ini? Pernahkah anda merenungkan, dan bertanya dalam hati, serta menyesali keberadaan anda di dunia ini? Pernahkah anda berpikir untuk lebih baik mengakhiri saja semua ini? Karena segala sesuatu nampak sia-sia. Segala sesuatu nampak tak punya arti. Dan segala sesuatu nampak hanya mengarah kepada kegagalan, penderitaan dan sakit hati saja. Ya, kita semua sekali waktu pernah merasa sia-sia, gagal dan tak punya arti apa-apa di tengah kehidupan yang demikian penuh gejolak ini. Kita terpencil jauh di dalam hari-hari yang terasa kian memanjang dan tanpa ujung ini.

Kita menangis di tengah tawa ria lingkungan. Kita tersudut sendiri dan tersisih di tengah keramaian dan kecemerlangan dunia yang hiruk pikuk. Kita tersiksa oleh rasa sakit hati, dendam, rasa pahit, perih dan ketakberdayaan menghadapi dan menerima segala dakwaan, kutuk dan pandangan lingkungan kita. Kita bahkan merasa kehilangan diri kita sendiri saat kita ingin menyadari keberadaan kita. Kita merasa tak punya arti apa-apa lagi. Kita kehilangan diri kita. Bahkan untuk menangis pun kita tak punya tenaga lagi. Hanya rasa hampa tetapi penuh kemarahan yang memenuhi hati dan jiwa kita saja. Kita pasrah walau ingin melawan. Kita gagal dan tak mampu bangkit lagi. Kita pasrah dan mau semuanya ini segera berakhir. Ah, pernahkah anda mengalami semua ini, temanku?

Suatu ketika, Nietzhe mengatakan bahwa, “Dia yang mengetahui untuk apa dia hidup, akan sanggup mengatasi hampir semua yang terjadi atas dirinya”. Maka saat kita kehilangan diri kita, saat kita tidak tahu untuk apa lagi kita hidup, saat kita merasa tidak lagi berguna, kita pun tak lagi mampu untuk menghadapi kehidupan ini. Kita tidak sanggup lagi untuk tertawa dan merasa bahagia. Segala canda tawa dari seputar kita akan nampak sebagai ejekan yang langsung menikam jiwa kita. Kita menjadi manusia yang praktis lumpuh dan gagal untuk punya arti lagi di dunia ini. Mengapakah semua itu terjadi? Mengapakah? Nasib Nietzhe pun pada akhirnya berakhir secara tragis di sebuah rumah sakit jiwa setelah menyatakan bahwa Tuhan sudah mati.

Sebagai manusia, kehidupan kita amat saling bergantung dan berhubungan satu dengan yang lain. Sebagai manusia, kita hidup dengan segala sesuatu yang ada di luar kita. Namun, pada dasarnya, kita ini tetap sendirian dengan perasaan kita masing-masing. Pemikiran-pemikiran kita dan perasaan-perasaan kita saling terkait tetapi sering tidak berhubungan. Inilah paradoks hidup. Tak seorang pun yang mampu menembus dinding perasaan yang kita pasang untuk menabiri perbuatan kita. Tak seorang pun. Apa yang kita rasakan, jauh tersembunyi dalam hati kita. Tangisan yang ada di dalamnya, rasa sakit, perih dan dendam mengendap jauh, tersembunyi dari senyuman di wajah kita. Perasaan kita bisa jadi suatu yang amat misterius dan hanya kita sendiri yang mampu merasakannya. Terkadang, bahkan kita sendiri gagal untuk menyadarinya. Kita tak mampu untuk mengendalikan jiwa kita sendiri. Dan sayangnya, hal demikian tak jarang terjadi.

“Jangan takut, percaya saja” demikian suatu ketika Yesus berkata kepada Yairus saat orang-orang memberitakan kematian putrinya. Dan memang, putrinya itu pada akhirnya sembuh kembali. Jangan takut, percaya saja. Pernahkah kita berdiri di sisi Tuhan dengan keyakinan itu? Pernahkah kita berkata kepada dunia, bahwa kita tidak pernah merasa takut untuk hidup karena kita percaya pada kata-kataNya? Pernahkah kita dengan keyakinan yang sama menerima dan menghadapi segala penderitaan, kekerasan, pengkhianatan, pemerkosaan, dan saat kita difitnah oleh dunia? Pernahkah kita percaya dalam saat kita merasa bahwa kita telah ditinggalkan, dihempaskan, sendirian dan merasa tak berdaya dan gagal dalam mencapai apa yang ingin kita inginkan? Pernahkah kita berseru bahwa kita berani untuk hidup karena kita percaya padaNya. Ya, jika kita merasa berani untuk mati demi Tuhan, mengapa kita takut untuk hidup? Hidup atau mati, semua itu milik Tuhan. Dan dengan keyakinan kita pada Sang Pencipta, mengapa kita takut untuk hidup? Mengapa kita perlu merasa gagal dan tak berdaya? Mengapa kita harus takut menghadapi semua penderitaan dan tuduhan-tuduhan dunia? Mengapa? Bukankah itu berarti bahwa kita ternyata gagal untuk percaya kepadaNya?

“Marilah kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” Marilah kita yang merasa tanpa arti dan guna lagi, untuk tidak perlu merasa takut dan tetap percaya bahwa di dalam kesementaraan hidup di dunia ini, kita takkan pernah akan ditinggalkan oleh Tuhan, walau sering kita merasakan demikian. Karena, bahkan Yesus pun merasakan hal yang sama, ditinggalkan oleh BapaNya sehingga Dia berseru,” Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” saat tergantung di tiang salibNya. Ya, kita sebagai manusia, memiliki banyak kesalahan dan kelemahan namun jangan takut, percaya saja. Dengan demikian, segala rasa duka, nyeri, sakit hati dan sesal akan menjadi tidak berarti lagi karena kita tahu bahwa suatu hari kelak, saat waktunya tiba, kita mampu berdiri di depan Dia sambil berkata, “Aku tidak takut Tuhan, karena aku percaya kepadamu”. Dunia, apalah artinya di depan Dia yang menciptakannya? Bukankah begitu, temanku?